Critical Review Perspektif Kepemimpinan Berbasis Sifat Stephen J. Zaccaro, Universitas George Mason Oleh : Virda Altaria Putri, S.IP

Analisis kuantitatif tentang kepemimpinan berasal dari Galton (1869) Hereditary Genius. Galton mendefinisikan kepemimpinan memiliki dua bentuk. Pertama kepemimpinan adalah sebuah sifat unik dari seorang individu yang keputusannya mampu menentukan pola, kebijakan dan tatanan kehidupan secara radikal sehingga membentuk arus sejarah (Carlyle, 1849). Definisi ini menjadi pandangan literatur kepemimpinan paling popular hingga saat ini. Dalam beberapa buku popular lainnya, penulis juga menggambarkan kepemimpinan merupakan pengaruh transformasional individu tertentu.

Kedua kepemimpinan Empiris, pandangan ini menyatakan kepemimpinan adalah keunikan atau sifat individu yang berbeda sehingga menonjol dalam tatanan warisan atau genetika sifatnya (Galton, 1969). Galton berpendapat bahwa kepemimpinan adalah kualitas pribadi seseorang. Sifat ini hadir secara alami dan diturunkan dari generasi ke generasi. Pandangan ini pula menyatakan bahwa kepemimpinan adalah turunan alami yang mewarisi tidak bisa dirubah oleh paham modern atau perkembangan pembangunan. 

Perspektif ini terus dikembangkan sampai awal 1950an. Banyak pula peneliti membuang pendekatan berbasis sifat karena dirasa kurang menjelaskan kepemimpinan dan efektivitas kepemimpinan. Penolakan tersebut berlangsung sampai 40 tahun berikutnya. Pada tahun 1980an, muncul penelitian yang menentang model penelitian kepemimpinan empiris (Kenny & Zaccaro, 1983; Lord, De Vader, & Alliger, 1986). Muncul lah model kepemimpinan karismatik dan transformational dalam literatur kepemimpinan. Model kepemimpinan ini dinilai lebih stabil dalam mendapatkan kualitas luarbiasa individu pemeimpin sebagai keefektifannya dalam memimpin (House, 1977, 1988).

Ada empat poin penting untuk menentukan model dan teori kepemimpinan. Pertama adalah kerangka kerja atau pola kerja. Kepemimpinan yang berpusat pada pola akan menonjol dan memberikan gambaran untuk memprediksi tipe kepemimpinan. Namun poin ini kurang mewakili keyakinan, sebab kepemimpinan merupakan prilaku yang kompleks dan harus dijelaskan melalui pendekatan sifat (Yukl, 2006; Zaccaro et al., 2004). Poin kedua menyangkut integrasi atribut pemimpin. Beberapa studi mempertimbangkan bagaimana negara-negara lainnya mengabungkan dari karakteristik pemimpin tertentu mempengaruhi perilaku timbal balik (Yukl, 2006; Zaccaro, 2001; Zaccaro et al). Moss (1931) mengemukakan bahwa kemampuan kognitif tanpa kompetensi social dapat mempengaruhi kinerje pemimpin.

Stogdill’s (1948) pula menilai pemimpin atribut mempengaruhi kecerdasan pemimpin yang ditunjukkan oleh anggota kelompok rata-rata. Umumnya hubungan multipliklatif dan curvilinear lebih menonjol pada konseptual kepemimpinan. Poin ketiga adalah, pendekatan sifat dan atribut harus memperhitungkan situasi sebagai sumber model kepemimpinan yang sesuai. Pemimpin dalam suatu situasi tidak mewajibkan menjadi pemimpin dalam situasi lain hal ini diungkap oleh Fiedler (1964, 1971; Fiedler & Garcia, 1987). Sebab Perspektif kepemimpinann perlu mempertimbangkan peran model situasional.

Terakhir adalah kepemimpinana yang lebih stabil dari waktu ke waktu. Penelitian lainnya mengemukakan kepemimpinan yang lebih stabil dibangun atas hubungan pengaruh terhadapat interaksi pemimpin dengan anggotanya (misalnya, self efficacy, task skills) (Ackerman & Humphreys, 1990; Chen, Gully, Whiteman, & Kilcullen, 2000; Hough & Schneider, 1996; Kanfer, 1990, 1992). Hal ini akan lebih menonjolkan peran penting sehingga sensitivitasnya terhadap factor situasional lebih terbangun.

Pemikiran dari Pemimpin sifat

Kepemimpinan didefinisikan sebagai pola karakteristik pribadi yang relatif koheren dan terpadu, mencerminkan berbagai keadaan individu dan mendorong efektifitas kepemimpinan secara konsisten di berbagai situasi kelompok dan organisasi (Zaccaro et al., 2004, hal. 104) terdapat tiga komponen utama yaitu, sifat pemimpin tidak dipertimbangkan secara terpisah melainkan konstelasi bagian yang keterkaitan dan mempengaruhi kinerja kepemimpinan. Kedua, definisi sifat pemimpin ini menyangkut inklusivitas berbagai kualitas pribadi yang mendorong stabilitas dalam efektivitas pemimpin. Perspectif ini sejalan dengan perspektif sifat pemimpin yang paling modern, hubungan antara pemimpin yang membedakan pemimpin dari nonleader jauh berbeda dan tidak hanya mencakup atribut kepribadian, juga motif, nilai, kemampuan kognitif, keterampilan pemecahan masalah dan sosial.

Penekanan dalam definisi ini adalah pada variasi perbedaan individu yang memprediksi efektivitas pemimpin. Ketiga adalah definisi ciri pemimpin ini menentukan atribut pemimpin selamanya, menghasilkan stabilitas lintas situasional dalam kinerja kepemimpinan. Konsistensi lintas-situasional, atau koherensi (James & Mazerolle, 2002) merupakan elemen utama dari pendekatan kepribadian yang paling banyak.

Aturan atas Situasi

Situasi pemimpin (pertukaran surat antara Robert Sternberg dan Victor Vroom [Sternberg & Vroom, 2002] dibagi atas tiga pandangan. Pertama, seperti disebutkan di atas, beberapa perbedaan individu menunjukkan pengaruh cross-situasional yang kuat dalam pengaruhnya terhadap kinerja, sementara yang lain lebih berkaitan dengan situasi.Misalnya, keterampilan dan keahlian kepemimpinan cenderung lebih erat terikat dan dibatasi oleh persyaratan situasional.

Individu dengan jenis keterampilan tertentu dan mantan pertadu dapat, memang, menjadi pemimpin dalam satu situasi tetapi tidak pada orang lain yang membutuhkan pengetahuan dan keterampilan teknis yang sangat berbeda. Namun, perhatikan bahwa ciri-ciri umum atau lebih cenderung menjadi pendahulu bagi pengembangan dan mencapai tingkat keahlian dan keahlian tertentu. Dengan demikian, pengaruh mereka terhadap efektivitas pemimpin cenderung lebih berubah, meski tetap signifikan. Penentu situasi menjadi lebih menonjol bagi bagian pemimpin yang lebih proksimal terhadap kinerja.

Pendapat kedua mengenai situasi pemimpin mencerminkan perbedaan penting antara siapa pemimpinnya dan apa yang pemimpinnya efektif (bandingkan Sternberg & Vroom, 2002). Tindakan perilaku yang perlu ditampilkan oleh para pemimpin untuk tampil secara efektif akan sangat bervariasi dalam situasi yang berbeda. Pendapat ketiga tentang situasi pemimpin mengikuti argumen kedua dan, sebenarnya, mengacu pada karakter special sifat pemimpin yang dinamis situasional. Perawatan yang paling menonjol dan tradisional dari ciri-ciri pemimpin mengasumsikan keterhubungan perilaku, yaitu sifat mungkin mencerminkan pola perilaku yang tetap stabil pada jenis situasi yang berbeda. Baru-baru ini, bagaimanapun, para periset telah mengemukakan sifat dan atribut pemimpin yang mempromosikan kemampuan.

Pemimpin Sifat dan Pemimpin Karakter (Proses)

Tesluk dan Jacobs (1998) mendefinisikan beberapa cara dimana perbedaan individu dapat mempengaruhi perkembangan berbasis pengalaman. Ciri seperti keterbukaan terhadap pengalaman dan toleransi risiko dapat menentukan kemungkinan individu akan mendekati dan menerima penetapan perkembangan atau peregangan. Selain itu, atribut kognitif dan motivasional, seperti keterampilan metakognitif, keterampilan pengaturan diri, motif penguasaan, dan orientasi tujuan pembelajaran, dapat mempengaruhi seberapa banyak pengetahuan dan informasi yang diperoleh seorang pemimpin dari pengalamannya. Sepanjang garis ini, Banks, Bader, Fleming, Zaccaro, dan Barber (2001) melaporkan bahwa pengalaman kerja perkembangan menghasilkan keuntungan pengetahuan diam-diam di perwira Angkatan Darat.

Jika mereka memiliki keterampilan metakognitif dan kompleksitas kognitif yang diperlukan untuk menafsirkan pelajaran yang ditawarkan oleh para perwira Angkatan Darat. pengalaman. Dengan demikian, sifat dan atribut penting tidak hanya untuk keefektifan pemimpin sekarang, tetapi juga untuk memperoleh, dari pelatihan dan pengalaman, jenis keterampilan berbasis situasi dan proaktif yang cenderung memprediksi keefektifan konteks masa depan yang mencerminkan lebih kompleks. persyaratan kinerja (Mumford, Marks, et al., 2000; Zaccaro et al., 2006).

Kesimpulan

Tulisan ini menyatakan penolakan terhadap pendekatan berbasis sifat tidak cukup didasarkan pada landasan empiris. Selain itu substansial dan basis riset empiris yang berkembang berargumen untuk ciri-ciri yang merupakanperubahan  signifikan dari efektivitas kepemimpinan. Kemudian, kombinasi sifat dan pola, yang terintegrasi secara konseptual berarti, lebih cenderung memprediksi kepemimpinan daripada kontribusi independen dari berbagai sifat.

Pola sifat pemimpin yang dominan cenderung merupakan cerminan kecenderungan stabil seseorang untuk memimpin dengan cara yang berbeda di antara domain organisasi yang berbeda. Secara umum, beberapa ciri pemimpin memiliki pengaruh yang lebih distal terhadap proses dan kinerja kepemimpinan, sementara yang lain memiliki efek langsung yang lebih terintegrasi dan dipengaruhi oleh parameter situasional.

Terlepas dari sejarah panjang pendekatan berbasis sifat dan kebangkitannya baru-baru ini, sebuah konsensus tentang peran sifat pemimpin, besarnya dan mekanisme pengaruh mereka, dan peran penentuan situasi kepemimpinan tetap sulit dipahami. Dalam argumen yang ditawarkan di sini, saya bermaksud memberikan dasar untuk penelitian yang didorong secara konseptual. Sepanjang artikel ini, saya telah menawarkan sejumlah arah masa depan. Penelitian semacam itu, yang dipasangkan dengan inovasi metodologis dan statistik memicu kebangkitan dalam studi sifat pemimpin serta dapat menjadi sarana untuk menentukan dasar kualitas luar biasa dari para pemimpin yang efektif.