Posted on Kamis, 28 Februari 2013 · Leave a Comment
Press release
Ironis. Di luar, Harry Tanoesoedibjo mengesankan diri sebagai agen perubahan, tetapi di dalam internal perusahaan MNC Grup, ia mem-PHK belasan karyawan Lampung TV karena mendirikan Serikat Pekerja. Eksekusi dilakukan oleh anak buah Harry Tanoe, M Arief Suditomo, Direksi PT Sun Televisi Network, dan stafnya, yang terdiri dari Wijaya Kusuma dan Syafrudin Siregar, pada pertemuan dengan karyawan PT Lampung Mega Televisi di Bandarlampung, Senin, 4 Februari 2013.
Sejak menguasai PT Global Media Com, Harry Tanoe dikenal sebagai anti Serikat Pekerja. Periksa saja di RCTI, MNCTV, Global, sejumlah tv lokal dan kabel milik grup ini. Padahal, sesuai Pasal 103 ayat A Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan: hubungan industrial dilaksanakan melalui serikat pekerja atau serikat buruh.
Pasal 104 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan lebih jelas lagi:
Soal Serikat Pekerja sudah pernah menjadi masalah di PT Lampung Mega Televisi Mei 2007. Karena status dan gaji tidak jelas, sejak televisi ini berdiri dari Tahun 2005, puluhan karyawan membentuk serikat pekerja, yang berujung ke Pengadilan.
Perjalanan panjang membuat jumlah karyawan yang bertahan tinggal 17 orang. Mereka menang lewat putusan Mahkamah Agung No. 562 K/Pdt.Sus/2008 pada Tahun 2008 dan baru dibayar MNC, lewat PT Sun Televisi Network, September 2011: empat tahun kemudian.
Pembentukan serikat pekerja kedua di Lampung TV masih berlatar belakang hal yang sama, yaitu status ketenagakerjaan:
1. November 2011: Deputi Direksi PT Sun Televisi Network, Yulius Yokajaya datang ke Lampung TV dan mengatakan jumlah karyawan di perusahaan tersebut terlalu gemuk. Pernyataan ini membuat karyawan Lampung TV resah. Pada Tahun 2011, jumlah karyawan di sana, memang mencapai 60-an orang, tetapi sudah banyak yang ditugaskan ke televisi yang baru, seperti Sky TV Palembang, Urban TV Batam, atau mutasi ke tv lokal di bawah PT Sun Televisi Network lainnya, IMTV Bandung.
2. 20 April 2012: Pernyataan tersebut membuat karyawan Lampung TV mengingat kesemena-menaan manajemen sebelumnya. Hal ini mendorong sebagian dari mereka membentuk Serikat Pekerja Lampung Televisi dan tercatat resmi di Dinas Tenaga Kerja Kota Bandarlampung pada 1 Mei 2012, dengan jumlah anggota 23 orang.
3. 1 Mei 2012: Pjs Kepala Biro Lampung TV Syafrudin Siregar dari PT Sun Televisi Network mengumpulkan puluhan karyawan Lampung TV. Dalam pertemuan tersebut, Syafrudin Siregar mengharapkan status seluruh kekaryawanan di Lampung TV dimulai dari (nol) kembali. Seluruh karyawan dikontrak kembali, seperti baru masuk kerja. Dia juga mengklaim belasan karyawan tidak diakui oleh PT Sun Televisi Network. Padahal, menurut sepengetahuan karyawan, umumnya mereka sudah mengantongi kontrak kerja, beberapa di antaranya bahkan berstatus karyawan tetap.
4. 18 Juni 2012: Karena Pjs Kepala Biro Lampung TV memaksakan kontrak baru, Serikat Pekerja mengadu ke Kepala Dinas Tenaga Kerja di Bandarlampung. Rencana PT Sun Televisi Nework melanggar Kepmenaker No. 100/2004 dan Pasal 61 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan:
Serikat Pekerja Lampung TV melihat PT Sun Televisi Network memperlihatkan aroganismenya terhadap tuntutan karyawan:
1. 18 Juni 2012: Karena Pjs Kepala Biro Lampung memaksakan karyawan membuat kontrak baru dan tidak mengindahkan kontrak-kontrak sebelumnya, Serikat Pekerja mengadu ke Kepala Dinas Tenaga Kerja Kota Bandarlampung.
2. 11 Oktober 2012: Dinas Tenaga Kerja Kota Bandarlampung memanggil PT Lampung Mega Televisi dan Serikat Pekerja Lampung TV. Yang hadir di sana mewakili PT Lampung Mega Televisi adalah pengacara, bukan direksi PT Lampung Mega Televisi
3. 05 November 2012: Serikat Pekerja Lampung TV kembali menuntut pengangkatan sebagai karyawan tetap karena Direksi PT Sun Televisi Network menyebarkan dua pilihan kepada karyawan: kontrak baru atau keluar dari Lampung TV.
4. 19 November 2012: Law Firm Mawardi & Partners membalas surat Serikat Pekerja Lampung TV:
6. 13 Desember 2012: Karena hanya bisa berhubungan dengan lawyer, Serikat Pekerja menemui Direksi PT Lampung Mega Televisi, Chris Kelana di Jakarta. Pertemuan berlangsung akrab. Chris meminta karyawan tetap bekerja, menandatangani perpanjangan kontrak, tidak menuntut menjadi karyawan tetap karena MNC belum mengenal status karyawan tetap. Karena diterima dengan baik dan langsung oleh direktur PT Lampung Mega Televisi, Serikat Pekerja Lampung TV mulai melunak. Apalagi di tv lokal lainnya, seperti di Sky TV Palembang, kontrak karyawan diperpanjang terus sampai 5 tahun.
7. 4 Februari 2013: Dalam pertemuan tidak sampai 5 menit, Direksi PT Sun Televisi Network, M. Arief Suditomo, dan stafnya Wijaya Kusuma, dan Syafrudin Siregar, dengan ditemani wakil dari Law Firm Mawardi & Partners, mengultimatum karyawan memilih dua opsi sampai tanggal 17 Februari 2012:
Salam,
Serikat Pekerja Lampung Televisi
Contact Person:
Ikhwan Wijaya / Ketua Umum (0823 73759767)
Arief Chandra / Wakil Ketua (081379116789)
Ironis. Di luar, Harry Tanoesoedibjo mengesankan diri sebagai agen perubahan, tetapi di dalam internal perusahaan MNC Grup, ia mem-PHK belasan karyawan Lampung TV karena mendirikan Serikat Pekerja. Eksekusi dilakukan oleh anak buah Harry Tanoe, M Arief Suditomo, Direksi PT Sun Televisi Network, dan stafnya, yang terdiri dari Wijaya Kusuma dan Syafrudin Siregar, pada pertemuan dengan karyawan PT Lampung Mega Televisi di Bandarlampung, Senin, 4 Februari 2013.
Sejak menguasai PT Global Media Com, Harry Tanoe dikenal sebagai anti Serikat Pekerja. Periksa saja di RCTI, MNCTV, Global, sejumlah tv lokal dan kabel milik grup ini. Padahal, sesuai Pasal 103 ayat A Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan: hubungan industrial dilaksanakan melalui serikat pekerja atau serikat buruh.
Pasal 104 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan lebih jelas lagi:
- Setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh.
- Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102, serikat pekerja/serikat buruh berhak menghimpun dan mengelola keuangan serta mempertanggungjawabkan keuangan organisasi termasuk dana mogok.
- Besarnya dan tata cara pemungutan dana mogok sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dalam anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga serikat pekerja/serikat buruh yang bersangkutan.
- Setiap perusahaan yang mempekerjakan 50 (lima puluh) orang pekerja/buruh atau lebih wajib membentuk lembaga kerja sama bipartit.
- Lembaga kerja sama bipartit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berfungsi sebagai forum komunikasi, dan konsultasi mengenai hal ketenagakerjaan di perusahaan.
- Susunan keanggotaan lembaga kerja sama biartit sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) terdiri dari unsur pengusaha dan unsur pekerja/buruh yang ditunjuk oleh pekerja/buruh secara demokratis untuk mewakili kepentingan pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan.
Soal Serikat Pekerja sudah pernah menjadi masalah di PT Lampung Mega Televisi Mei 2007. Karena status dan gaji tidak jelas, sejak televisi ini berdiri dari Tahun 2005, puluhan karyawan membentuk serikat pekerja, yang berujung ke Pengadilan.
Perjalanan panjang membuat jumlah karyawan yang bertahan tinggal 17 orang. Mereka menang lewat putusan Mahkamah Agung No. 562 K/Pdt.Sus/2008 pada Tahun 2008 dan baru dibayar MNC, lewat PT Sun Televisi Network, September 2011: empat tahun kemudian.
Pembentukan serikat pekerja kedua di Lampung TV masih berlatar belakang hal yang sama, yaitu status ketenagakerjaan:
1. November 2011: Deputi Direksi PT Sun Televisi Network, Yulius Yokajaya datang ke Lampung TV dan mengatakan jumlah karyawan di perusahaan tersebut terlalu gemuk. Pernyataan ini membuat karyawan Lampung TV resah. Pada Tahun 2011, jumlah karyawan di sana, memang mencapai 60-an orang, tetapi sudah banyak yang ditugaskan ke televisi yang baru, seperti Sky TV Palembang, Urban TV Batam, atau mutasi ke tv lokal di bawah PT Sun Televisi Network lainnya, IMTV Bandung.
2. 20 April 2012: Pernyataan tersebut membuat karyawan Lampung TV mengingat kesemena-menaan manajemen sebelumnya. Hal ini mendorong sebagian dari mereka membentuk Serikat Pekerja Lampung Televisi dan tercatat resmi di Dinas Tenaga Kerja Kota Bandarlampung pada 1 Mei 2012, dengan jumlah anggota 23 orang.
3. 1 Mei 2012: Pjs Kepala Biro Lampung TV Syafrudin Siregar dari PT Sun Televisi Network mengumpulkan puluhan karyawan Lampung TV. Dalam pertemuan tersebut, Syafrudin Siregar mengharapkan status seluruh kekaryawanan di Lampung TV dimulai dari (nol) kembali. Seluruh karyawan dikontrak kembali, seperti baru masuk kerja. Dia juga mengklaim belasan karyawan tidak diakui oleh PT Sun Televisi Network. Padahal, menurut sepengetahuan karyawan, umumnya mereka sudah mengantongi kontrak kerja, beberapa di antaranya bahkan berstatus karyawan tetap.
4. 18 Juni 2012: Karena Pjs Kepala Biro Lampung TV memaksakan kontrak baru, Serikat Pekerja mengadu ke Kepala Dinas Tenaga Kerja di Bandarlampung. Rencana PT Sun Televisi Nework melanggar Kepmenaker No. 100/2004 dan Pasal 61 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan:
- (2) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.
- (4) Perjanjian kerja waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat diadakan untuk paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.
- (5) Pengusaha yang bermaksud memperpanjang perjanjian kerja waktu tertentu tersebut, paling lama 7 (tujuh) hari sebelum perjanjian kerja waktu tertentu berakhir telah memberitahukan maksudnya secara tertulis kepada pekerja/buruh yang bersangkutan.
- (6) Pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu hanya dapat diadakan setelah melebihi masa tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari berakhirnya perjanjian kerja waktu tertentu yang lama, pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu ini hanya boleh dilakukan 1 (satu) kali dan paling lama 2 (dua) tahun.
- (7) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) maka demi hukum menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu.
- Setelah bermasalah dengan sejumlah karyawan pada Tahun 2007, manajemen PT Lampung Mega Televisi telah membenahi status kekaryawanan.
- Direksi PT Sun Televisi Network hanya membuat kontrak kerja terhadap karyawan yang masuk pada Tahun 2009 dan tidak berniat memperpanjang kontrak karyawan yang habis pada Tahun 2009.
- Direksi PT Sun Televisi Network tidak membuat kontrak sejumlah karyawan, yang saat itu diangkat menjadi tenaga komersial, dengan alasan fungsinya sama dengan kontributor RCTI, MNCTV, Global, yang cukup diangkat oleh Kepala Biro, atas Kuasa Direksi. Namun terus memperoleh gaji (bukan honorarium) hingga saat ini.
- Dalam beberapa kali rapat dengan karyawan, direksi PT Sun Televisi Network menurunkan golongan PT Lampung Mega Televisi dari kelas A menjadi kelas C, dengan kuota karyawan maksimal 20 orang.
- PT Sun Televisi Network tidak menimbang permasalahan ketenagakerjaan di waktu yang sebelumnya. Saat mengambil alih PT Lampung Mega Televisi pada Tahun 2009, jumlah karyawan yang resmi memperoleh kontrak mencapai 66 orang.
- Bahwa Para Pihak sepakat dan setuju untuk menayangkan program-program acara yang dimiliki oleh SunTV di stasiun televisi milk LTV atau yang diikenal dengan nama siar Lampung TV
- Para Pihak sepakat dan setuju bahwa penayangan program-program acara SunTV membeli waktu tayang di Lampung TV dengan harga sesuai rate yang berlaku pada saat program acara ditayangan dan telah disepakati oleh Para Pihak.
Serikat Pekerja Lampung TV melihat PT Sun Televisi Network memperlihatkan aroganismenya terhadap tuntutan karyawan:
1. 18 Juni 2012: Karena Pjs Kepala Biro Lampung memaksakan karyawan membuat kontrak baru dan tidak mengindahkan kontrak-kontrak sebelumnya, Serikat Pekerja mengadu ke Kepala Dinas Tenaga Kerja Kota Bandarlampung.
2. 11 Oktober 2012: Dinas Tenaga Kerja Kota Bandarlampung memanggil PT Lampung Mega Televisi dan Serikat Pekerja Lampung TV. Yang hadir di sana mewakili PT Lampung Mega Televisi adalah pengacara, bukan direksi PT Lampung Mega Televisi
3. 05 November 2012: Serikat Pekerja Lampung TV kembali menuntut pengangkatan sebagai karyawan tetap karena Direksi PT Sun Televisi Network menyebarkan dua pilihan kepada karyawan: kontrak baru atau keluar dari Lampung TV.
4. 19 November 2012: Law Firm Mawardi & Partners membalas surat Serikat Pekerja Lampung TV:
- Bahwa kami mewakilli manajemen tidak dapat memenuhi tuntutan saudara dan dengan sangat menyesal tidak dapat memperpanjang Kontrak Kerja Waktu Tertentu bagi karyawan (nama-nama terlampir) yang telah berakhir tersebut.
- Bahwa sebagai bentuk dan wujud apresiasi kami terhadap dedikasi dan kerja wartawan selama ini, pihak manajemen akan memberikan tali asih kepada Karyawan (nama-nama terlampir) yang tidak lagi diperpanjang kontraknya.
6. 13 Desember 2012: Karena hanya bisa berhubungan dengan lawyer, Serikat Pekerja menemui Direksi PT Lampung Mega Televisi, Chris Kelana di Jakarta. Pertemuan berlangsung akrab. Chris meminta karyawan tetap bekerja, menandatangani perpanjangan kontrak, tidak menuntut menjadi karyawan tetap karena MNC belum mengenal status karyawan tetap. Karena diterima dengan baik dan langsung oleh direktur PT Lampung Mega Televisi, Serikat Pekerja Lampung TV mulai melunak. Apalagi di tv lokal lainnya, seperti di Sky TV Palembang, kontrak karyawan diperpanjang terus sampai 5 tahun.
7. 4 Februari 2013: Dalam pertemuan tidak sampai 5 menit, Direksi PT Sun Televisi Network, M. Arief Suditomo, dan stafnya Wijaya Kusuma, dan Syafrudin Siregar, dengan ditemani wakil dari Law Firm Mawardi & Partners, mengultimatum karyawan memilih dua opsi sampai tanggal 17 Februari 2012:
- Menerima Tali Asih, yang jumlahnya ditentukan oleh PT Sun Televisi Network atau rata-rata sekitar Rp5 juta per karyawan.
- Meneruskan perselisihan ke Pengadilan Hubungan Industrial.
- Pasal 123 (1) Masa berlakunya perjanjian kerja bersama paling lama 2 (dua) tahun.
- Pasal 123 (2) Perjanjian kerja bersama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diperpanjang masa berlakunya paling lama 1 (satu) tahun berdasarkan kesepakatan tertulis antara pengusaha dengan serikat pekerja/serikat buruh.
- Pasal 123 (3) Perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama berikutnya dapat dimulai paling cepat 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya perjanjian kerja bersama yang sedang berlaku.
- Pasal 123 (4) Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) tidak mencapai kesepakatan maka perjanjian kerja bersama yang sedang berlaku, tetap berlaku untuk paling lama 1 (satu) tahun.
- Pasal 136 (1) Penyelesaian perselisihan hubungan industrial wajib dilaksanakan oleh pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh secara musyawarah untuk mufakat.
- Pasal 136 (2) Dalam hal penyelesaian secara musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak tercapai, maka pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh menyelesaikan perselisihan hubungan industrial melalui prosedur penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang diatur dengan undang-undang.
- Pasal 151 (1) Pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah, dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja.
- Pasal 151 (2) Dalam hal segala upaya telah dilakukan, tetapi pemutusan hubungan kerja tidak dapat dihindari, maka maksud pemutusan hubungan kerja wajib dirundingkan oleh pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh atau dengan pekerja/buruh apabila pekerja/buruh yang bersangkutan tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh.
- Pasal 151 (3) Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) benar-benar tidak menghasilkan persetujuan, pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja/buruh setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
- Pasal 152 (1) Permohonan penetapan pemutusan hubungan kerja diajukan secara tertulis kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial disertai alasan yang menjadi dasarnya.
- Pasal 152 (2) Permohonan penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diterima oleh lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial apabila telah dirundingkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 ayat (2).
- Pasal 152 (3) Penetapan atas permohonan pemutusan hubungan kerja hanya dapat diberikan oleh lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial jika ternyata maksud untuk memutuskan hubungan kerja telah dirundingkan, tetapi perundingan tersebut tidak menghasilkan kesepakatan.
- Pasal 153 (1) Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan: g. pekerja/buruh mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja/serikat buruh, pekerja/buruh melakukan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama;
- Pasal 153 (2) Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) batal demi hukum dan pengusaha wajib mempekerjakan kembali pekerja/buruh yang bersangkutan
Salam,
Serikat Pekerja Lampung Televisi
Contact Person:
Ikhwan Wijaya / Ketua Umum (0823 73759767)
Arief Chandra / Wakil Ketua (081379116789)
Categories:
jurnalistik,
news