Peace Journalism at Lampung

Oleh : Virda Altaria Putri

"Redaktur memiliki peran penting dalam mengolah pemberitaan konflik menjadi sebuah berita yang bergendre Peace Journalism,” ujar Ketua Aliansi Jurnalisme (AJI) Indonesia Eko Maryadi Minggu, 3 Februari 2013 dalam acara Lounching dan Bedah Buku “Merajut Jurnalisme Damai di Lampung”. 
 
Eko juga mengatakan, Jurnalisme damai dimaksudkan sebagai bentuk keseimbangan antara pers yang beretika. Selain itu, Jurnalisme damai juga dibutuhkan dalam menempatkan diri seorang reporter menjadi bagian dari korban dan bukan pelaku konflik. “Pers mesti menjadi bagian dari solusi, bukan bagian dalam mencari konflik baru,”ujarnya.
Acara yang di gelar di lantai 2 toko buku Fajar Agung itu dihadiri sekitar 30 an partisipan yang terdiri dari Jurnalis, Budayawan, dan akademisi. Selain Eko sebagai narusmber, hadir pula Djajat Sudrajat Wakil Pemimpin Umum harian Lampung Post.
Dalam diskusi tersebut, Djajat menyakatakan bahwa pers mesti sadar berada diposisi mana. Pers malaikat atau Pers setan. Sebab, Pers malaikat tentu akan ditunggu-tunggu beritanya dan menjadi bagian dalam upaya perdamaian, sedangkan pers setan justru menghadirkan keberpihakan pada satu pihak yang akhirnya memicu konflik baru. “Pers mesti menuliskan segala sesuatu sesuai fakta, Berita yang berkualitas adalah pemberitaan yang menyehatkan masyarakat,” papar lelaki berkaca mata itu.
Buku Merajut Jurnalisme Damai di Lampung, merupakan sebuah buku hasil kumpulan artikel dan peliputan 22 jurnalis, budayawan dan akademisi di Lampung mengenai konflik Balinuraga dan Agom yang menewaskan 14 korban meninggal hingga menimbulkan wacana konflik ethnis. Buku ini dimaksudkan untuk mengulas bagaimana peran media masa dalam memberitakan sebuah konflik yang tujuannya untuk mempertajam konflik atau justru mendamaikan konflik. Sebab, peran media sangat penting dalam memberi frame kepada masyarakat dalam mengolah pemberitaan agar konflik yang etrjadi di Lampung tidak terulang kembali.*

Leave A Comment