Oleh : Virda Altaria Putri
Sabtu, 14/05.
Lelaki berumur itu berjalan tegap. Badannya tetap kuat meskipun usianya
mencapai 70 tahun. Prof. Dr. Bagir Manan, SH. Mcl berjalan menuju ruang kuliah Lantai 2 Magister Hukum
Fakultas Hukum Unila. Kedatangan Mantan Ketua Mahkamah Agung Indonesia yang
kini menjabat sebagai Ketua Dewan Pers Indonesia itu untuk mengisi kuliah umum yang diadakan
Magister Hukum Fakultas Hukum Unila.
Setelah mengisi
kuliah selama hampir dua jam. Saya mengikuti beliau menuju ruang ketua Magister
Hukum didampingi oleh Ketua Magister Hukum. Perbincangan saya mulai mengenai
masalah Ratifikasi Pers yang saat ini sedang gencar dibicarakan.
Isu tentang
Ratifikasi Pers memang sudah berhembus kencang di kalangan Jurnalis. Ratifikasi
berawal ketika pemberian penghargaan terhadap 19 Perusahaan pers saat
mengadakan kongres di Palembang untuk memperingati hari Pers Nasional pada
februari 2010. Kongres ini menghasilkan kesepakatan atau kemudian di sebut sebagai
Piagam Palembang. Piagam tersebut berisi penjaminan kemerdekaan pers.
Ratifikasi ini
bermaksud untuk meningkatkan kopetensi dan fungsi pers sebagai penyalur informasi.
Kemudian dalam wujudnya di didirikan sekolah Pers, diantaranya sudah
dilaksanakan di Bandung dan Palembang. Sekolah Pers ini membahas tentang
kemerdekaan pers. Kemudian ditandatangani oleh 19 perusahaan pers. Yang
bermaksud untuk mengikat pers secara etik dan menjamin kemerdekaan pers
seutuhnya. Kemerdekaan pers saat ini dapat diancam oleh perusahaan pers karna
pers saat ini telah menjadi pers bisnis, pers ekonomi dan lain-lain.
Keliru sekali
jika perusahan pers beranggapan bahwa keuntungan perusahaan pers didapat dengan
membayar wartawan dengan harga murah. Namun justru membayar wartawan dengan
harga tinggi akan menambah kopetensi dan kemampuan wartawan dalam mencari
berita. Bahkan Dewan pers meminta perusahaan pers bertanggungjawab apabila ada
perusahan pers yang abal-abal dan bodrek, seperti wartawan amplop. Ratifikasi
ini salah satu upaya meminimalisir praktik wartawan amplop.
Ratifikasi lebih
menekankan pada kemerdekaaan wartawan agar para wartawan dapat bekerja sesuai
dengan kemampuannya bahkan benar-benar menjalankan kode etik Jurnalis. Ratifikasi
pula bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada wartawan yang ditugaskan di
medan perang. “ Kami menekankan kepada Perusahaan pers untuk memberikan
perlindungan maksimal kepada wartawannya yang ditugaskan untuk meliput konflik
atau peperangan yang dapat membahayakan wartawan tersebut. Wartawan tersebut harus
mendapatkan perlindungan diri dari perusahaan pers yang menaunginya.” Ujar
Bagir Manan.
Dengan adanya
Ratifikasi ini, harapannya pers semakin sehat dan semakin mampu berkembang dan
lebih baik. Ancaman pers saat ini lebih kepada kemerdekaan pers dari orang kuat
dan publik seperti kekerasan terhadap pers. Biasanya disebabkan oleh pers yang ngawur, kekerasan masyarakat kepada pers
untuk melampiaskan kemarahannnya terhadap pers merupakan salah satu ancaman
terhadap pers. Demokrasi pun bisa mengancam perusahan pers. Saat ini Pers
menghadapi persaingan yang luar biasa. Apalagi muncul media baru atau yang
disebut dengan Citizen Jurnalisme, seperti facebook, yahoo, google, dan
lain-lain tanpa perlu membaca koran semua orang dapat mengakses segala
informasi lebih cepat dan mudah. selain itu persaingan antar pers dan
persaingan pers Internasional merupakan ancaman besar untuk pers kita saat ini.
Masalah lain
yaitu penerbitan pers yang tiada batas, karna tidak adanya SIUP, masyarakat
bebas mendirikan perusahaan pers. Bahkan ada bebebrapa orang mendirikan pers
hanya ketika mendekati masa kampanye.
Peran dewan pers
selanjutnya mengontrol dan membertikan pendidikan terhadap pers. Mendorong
perkembangan organisasi dan pendidikan pers. Memberikan fasilitas dan
perlindungan terhadap pers baik pers umum dan pers mahasiwa.
Untuk Pers
Mahasiswa, para dewan pers akan terus memajukan dan mendukung pers mahasiswa.
Seperti kami dewan pers telah memberikan pendidikan pers. Media atau koran
dapat menjadi sumber penting dalam menajamkam sumber daya. Yang kemudian harapannya
para penggelut Pers dikalangan Mahasiswa akan benar-benar terjun di dunia pers.
Pers juga berfungsi memberikan pendidikan kebebasan. Pers mendidik orang lebih
kreatif dan peka terhadapan globalisasi.
Untuk Para Pers
Mahasiwa, berkerjalah dengan dasar belajar dan mengedepankan serta memegang
teguh Kode Etik Jurnalistik. Seperti banyak yang terjadi saat ini, pers
mahasiwa banyak yang bentrok dengan rektor karna banyak Pers Mahasiswa yang
memberitakan rektor. Jika ada kasus seperti ini sejatinya Rektor bukan
mempersulit mahasiwa yang bergelut di Lembaga Pers Mahasiswa, menahan dana
kemahasiswaan sehingga LPM tersebut tidak bisa menerbitkan karya mereka.
“Untuk para
rektor, didik lah para mahasiwa penggelut dunia pers seperti mendidik anak,
marahi dan tegur mereka. Arahkan jika ada pemberitaan yang salah mengenai
kampus. Bukan memberhentikan potensi mereka sehingga mereka tidak bisa
berkembang.” Ujar Bagir Manan menutup perbincangan kami.
Mencapai Best
Practices melalui Lembaga Ombudsman
Pelayanan Publik sebagai Jantung Birokrasi Pemerintahan
Best Practices atau Praktek terbaik Pelayanan Publik menjadi isu sentral
yang memerlukan perhatian khusus dari berbagai elemen masyarakat sebagai bagian
dari civil society. Gerakan revormasi
yang dilakukan diberbagai elemen untuk mengontrol kinerja aparatur pemerintah
pun terus dilakukan. Gerakan tersebutlah yang kemudian mendorong masyarakat
untuk lebih partisipatoris dan mendorong pemerintah agar menciptakan pelayan
publik yang lebih baik serta memihak kepada kepentingan masyarakat luas.
Best Practices menjadi salah satu langkah untuk mempercepat peningkatan pelayanan
publik. Menurut United Nations (dalam Komarudin, 2007) ada
beberapa kriteria Best Practices diantaranya
dampak, kemitraan, keberlanjutan, kepemimpinan, kesetaraan gender dan inovasi. Dalam
penyelenggaraan pelayanan publik, perwujudan dari Best practices yaitu dengan membentuk acuan asas-asas umum kepemerintahan
yang baik, meliputi kepastian hukum, transparan, daya tangap, berkeadilan,
efektif dan efisien, tanggungjawab, akuntabilitas, dan tidak menyalahkan
kewenangan.
Birokrasi pemerintahan sangat erat kaitannya dengan
pelayanan publik. Hal tersebut terjadi karena para birokratlah yang memiliki
tugas dan kewenangan penuh dalam bidang pelayanan yang berhubungan dengan
pemerintahan. Menurut Miftah Thoha (2008:15) Birokrasi
merupakan sistem
untuk mengatur organisasi yang besar agar diperoleh pengelolaan yang efisien,
rasional dan efektif.
Birokrasi berasal dari kata bureaucracy (Bahasa Inggris bureau + cracy), diartikan sebagai suatu organisasi yang
memiliki rantai komando dengan
bentuk piramida, dimana
lebih banyak orang berada ditingkat bawah dari pada tingkat atas, biasanya
ditemui pada instansi yang sifatnya administratif maupun militer. (wikipedia.org). Pada rantai
komando ini setiap posisi serta tanggung jawab kerjanya dideskripsikan dengan
jelas dalam organisasi. Organisasi ini pun memiliki n aturan dan prosedur ketat sehingga
cenderung kurang fleksibel. Ciri lainnya adalah biasanya terdapat banyak
formulir yang harus dilengkapi dan pendelegasian wewenang harus dilakukan sesuai
dengan hirarki kekuasaan.
Birokrasi pemerintahan juga sering diartikan
sebagai officialdom atau kerajaan
pejabat. Raja-raja yang dimaksud adalah para birokrat yang memiliki yurisdiksi
yang jelas dan pasti, dan berada dalam area ofisial yang memiliki tanggungjawab
resmi serta bekerja dalam tatanan pola hierarki dalam perwujudan dari tingkatan
otoritas dan kekuasaannya. Raja-raja ini memperoleh gaji sesuai keahlian dan
kopetensinya. Mereka pun mendapatkan fasilitas lengkap sesuai jawabatan yang
menjadi cermin kekuasaan tersebut.
Officialdom diharapkan mampu mengelola kerajaan nya menjadi kerajaan
yang memenuhi kebutuhan rakyatnya. Namun, pada kenyataannya banyak masyarakat
yang justru merasa kerajaan yang di huni sebagai birokrasi sentral justru
mempersulit kebutuhan mereka. Disegala instansi mudah dijumpai kelemahan
pemerintah dalam menjalankan praktek pelayanan publik. Janji birokrasi pemerintahan
yang lebih baik menjadi mimpi indah masyarakat. Merealisasikan janji para
birokrat yang bersumpah untuk melayani dengan sepenuh hati bisa jadi akan
terdengar tabu di telinga masyarakat.
Salah satu
pekerjaan rumah pemerintah dalam
bidang pelayanan yang sulit di perbaiki adalah
Maladministrasi publik. Maladministrasi menunjuk pada perilaku atau tindakan
aparatur penyelenggaraan pelayanan publik yang cenderung menyimpang,
menyalahgunakan atau melampaui wewenang hukum yang dimilikinya. Dengan kata
lain tindakan maladministrasi adalah perbuatan atau pengabaian kewajiban hukum
oleh instasi atau aparatur negara dan pemerintahan yang melanggar asas umum
pemerintahan yang baik. Bentuk maladministarsi yang terjadi adalah: Keputusan
yang berlarut-larut, kurang pantas, sewenang-wenang, penyimpangan prosedur,
penyalahgunaan kebijakan, penyalahgunaan wewenang baik yang mengarah maupun
yang tidak mengarah kepada ketidakadilan.
Melihat fenomena
tersebut salah satu program yang dicanangkan pemerintah dalam pencapaian Good Governance adalah terciptanya
pelayanan publik yang baik untuk masyarakat yang diberikan oleh pemerintah.
Penyelenggaraan pelayanan publik merupakan salah satu fungsi pemerintah. Fakta
dilapangan menunjukkan bahwa banyak sekali penyalahgunaan dan penyelewengan
yang berujung pada KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme ) di berbagai birokrasi
pemerintahan baik eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Sedangkan menurut pengertiannya, pelayanan
publik merupakan pemenuhan keinginan dan
kebutuhan masyarakat oleh penyelenggara Negara (Lijian Poltak. S (5:2006). Pengertian Pelayanan publik dalam
keputusan menteri negara Pendayagunaan Aparatur negara No.63 Tahun 2003 tentang
pedoman umum penyelenggaraan pelayanan publik hal 2 menyatakan pelayanan publik adalah Kegiatan
atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warganegarandan penduduk atas
barang, jasa dan pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara
pelayanan publik.
Begitu pula menurut Pandji Santoso (
2008:57 ) mendefinisikan pelayanan publik merupakan pemberian jasa, baik oleh
pemerintah, pihak swasta atas nama pemerintah ataupun pihak swasta kepada
masyarakat, dengan atau tanpa pembayaran guna memenuhi kebutuhan dan atau
kepentingan masyarakat. Dengan kata
lain pemberian
jasa, baik oleh pemerintah, pihak swasta kepada masyarakat, dengan atau tanpa
pembayaran guna memenuhi kebutuhan dan atau kepentingan masyarakat dan
pelaksanaanya sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
Untuk mencapai kualitas pelayanan publik yang maksimal
diperlukan beberapa aspek diantaranya adanya Transparansi,
yakni pelayanan yang bersifat terbuka, mudah dapat diakses oleh semua pihak
yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti. Akuntabilitas, yakni pelayanan yang dapat di
pertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kondisional, yakni pelayanan yang sesuai
dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap
berpegang pada prinsip efisiensi dan efektivitas. Partisipatif, yaitu pelayanan yang dapat
mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaran pelayanan public dengan
memperhatikan aspirasi kebutuhan dan harapan masyarakat. Kesamaan hak, yaitu pelayanan yang tidak
melakukan diskriminasi dilihat dari aspek apa pun khususnya suku, ras, agama,
golongan, status social dan lain-lain. Keseimbangan
hak dan kewajiban, yaitu pelayanan yang mempertimbangkan aspek keadilan antara
pemberi dan penerima pelayanan publik.
((Lijian Poltak. S (6:2006))
Saat ini, pelayanan publik justru membuka ruang praktek
terjadinya tindak tanduk KKN. Praktik KKN dalam Pemerintahan dan
pelayanan Publik masih terus berlangsung, bahkan dengan skala dan pelaku yang
semakin meluas. Keinginan masyarakat untuk menikmati pelayanan publik yang
efisien, responsive dan akuntabilitas masih amat jauh dari realitas. Masuknya orang-orang baru dalam
pemerintahan, baik di legislatif maupun eksekutif juga tidak mampu menciptakan
perbaikan yang berarti dalam kinerja pemerintah. Bahkan banyak diantara mereka
akhirnya terperangkap dalam lumpur
KKN dan ikut memperburuk kinerja birokrasi publik.
Kesulitan
dalam memberantas KKN dalam pemerintahan dan birokrasi terjadi karena rendahnya
komitmen pemerintah untuk membenahi sistem birokrasi publik. Banyak perhatian
diberikan untuk mereformasi sistem dan lembaga politik, tetapi hal yang sama
tidak diakukan dalam birokrasi publik. Reformasi politik yang tidak diikuti
oleh reformai birokrasi ternyata tidak banyak menghasilkan perbaikan kinerja
pelayanan publik. Dengan birokrasi yang masih sangat korup, bersikap sebagai
penguasa dan tidak professional maka perubahan apapun yang terjadi dalam
pemerintahan tidak akan memiliki dampak yang berarti bagi perbaikan kinerja
pelayanan publik. Karenanya, manjadi sangat wajar jika perbaikan dalam kehidupan politik
yang menjadi semakin demokratis sekarang ini belum memiliki dampak yang berarti
pada kinerja birokrasi dalam menyelenggarakan pelayanan publik.
Kajian
mengenai kinerja birokrasi publik, terutama yang terlibat dalam penyelenggaraan
pelayanan publik, memiliki nilai yang amat strategis, informasi mengenai
kinerja birokrasi pelayanan publik dan faktor-faktor yang ikut membentuk
kinerja birokrasi tentu amat penting untuk diketahui agar kebijakan yang holistic untuk memperbaiki kinerja
birokrasi bisa dirumuskan. Tanpa didasarkan pada informasi yang akurat dan reliable, kebijakan reformasi birokrasi
tidak akan mampu menyentuh semua dimensi persoalan yang selama ini menghambat
upaya perbaikan kinerja birokrasi publik. Pengalaman selama ini menunjukkan
bahwa berbagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk memperbaiki kinerja
birokrasi tidak pernah mampu menghasilkan perubahan yang berarti. Hal ini
terjadi karena kebijakan tersebut gagal menyelesaikan berbagai masalah yang
selama ini ikut memberikan kontribusi pada rendahnya kinerja birokrasi.
Birokrasi pemerintahan di jalankan agar
langkah-langkah yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat bisa terpenuhi.
Pemerintah burfungsi sebagai pelayan masyarakat, yang diwajibkan melayani
masyarakat bukan melayani dirinya sendiri. Sifat melayani ini seharusnya
dilakukan tanpa pamrih dan emansipasi apapun. Setiap masyarakat berhak
mendapatkan pelayanan yang terbaik dari pemerintah. Tetapi, kenyataan dilapangan
aparat pemerintah mengesampingkan asas-asas melayani tersebut. Mereka umumnya
mau melayani jika ada imbalan atau menguntungkan.
Maladministrasi
terjadi di setiap Dinas dan Badan pelayanan masyarakat. Untuk mendapatkan
pelayanan, masyarakat harus membayar dengan imbalan yang sangat mahal, yang
tidak sesuai dengan Standar Operasional Pelayanan (SOP). Untuk membuat Kartu
Tanda Penduduk (KTP) saja mesti membayar dengan harga 2 kali lipat dari SOP
yang sebenarnya. Belum lagi waktu yang dibutukan terlalu lama. Prosesnya yang
berbelit- belit dan masih banyak lagi hambatannya.
Maladministrasi menjadi sorotan yang paling kuat dalam
permasalahan pelayanan publik di Indonesia. Selama ini masyarakat sulit
mengadukan permasalahan mereka saat berhadapan dengan aparatur penyelenggara
negara. Masyarakat tentunya sangat mebutuhkan sebuah lembaga yang mampu
merengkuh setiap pengaduan dari masyarakat. Harapan masyarakat pun sejatinya
sama dengan pemerintah. Best Practices
bisa terealisasi.
Kinerja
birokrasi Pemerintahan merupakan serangkaian dari ilmu pemerintahan yang
diharapkan mampu menjalankan segala sesuatu yang berbentuk kebijakan dan
pengambilan keputusan di tengah-tengah hiruk-pikuk permasalahan pelayanan publik yang ada agar dapat
membenahi dan memperbaikinya. Birokrasi Pemerintahan dirasa telah mampu memberi
solusi pada setiap permasalahan yang ada menyangkut pelayanan publik sebagai ‘jantung’ dari birokrasi pemerintahan.
Namun kenyataannya, oknum birokratlah
yang kurang bisa menjalankan dan mematuhi kebijakan-kebijakan tersebut.
Ombudsman menjadi ‘Malaikat’ Pelayanan
Publik
Dalam
sistem pemerintahan rentan sekali terjadi pelanggaran dan minimalisasi
pelayanan publik. Kinerja yang dicapai aparatur negara pun sangat kurang. Untuk
mengatasi hal tersebut dibutuhkan lembaga independent untuk memberikan
pengawasan dalam setiap pelayanan publik yang diberikan. Sehingga Masyarakat
tidak perlu takut untuk melaporkan adanya kasus maladministrasi di instansi
pemerintahan sehingga diharapkan mampu memberikan pelayanan publik yang baik.
Untuk mendapatkan hasil maksimal sehingga Best Practices dapat tercapai, di
butuhkan sebuah lembaga yang mampu menjadi ‘malaikat’ dalam upaya perbaikan
sistem pelayanan. Malaikat ini nantinya bertugas mengawasi dan memberi pengaruh
segala bentuk pelayanan publik, baik pelayanan publik yang memuaskan sampai
pelayanan publik yang dianggap masyarakat jauh dari kata layak. Salah
satu lembaga pengawasan eksternal milik pemerintah yang bertugas mengawasi
pemberian pelayanan publik oleh aparatur negara adalah Ombudsman.
Dalam pasal 1 UU
Ombudsman RI ditetapkan definisi Ombudsman RI sebagai lembaga negara yang mempunyai wewenang
mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik baik yang diselenggarakan oleh
penyelenggara dan negara maupun pemerintahan termasuk yang diselenggarakan oleh
Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah dan Badan Hukum Milik Negara serta Badan Swasta atau Perseorangan yang diberi tugas
menyelenggarakan pelayanan publik tertentu
yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan
dan belanja negara, dan atau anggaran pendapatan daerah. Dengan kata lain lembaga Ombudsman mampu menjadi
peluang untuk memperbaiki pelayanan publik yang semakin waktu dianggap
masyarakat semakin memburuk.
Dalam Pasal 6 Undang-undang Ombusman RI
tentang fungsi, tugas dan wewenang Ombusman RI yaitu wewenang lembaga Ombusman
berfungsi mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik yang diselenggarakan oleh
penyelenggara negara dan pemerintahan baik di pusat maupun didaerah termasuk
yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah
dan Badan Hukum Milik Negara serta badan
swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik
tertentu.
Hal tersebut menjadi kekuatan besar bahwa saat ini masyarakat tidak perlu
khawatir tidak dilayani, karena ada lembaga yang disiapkan pemerintah yang
bertugas untuk mengawasi pelayanan publik.
Lembaga Ombudsman diharapkan mampu membuat suatu sistem
yang mampu
mengatasi segala bentuk maladministrasi dan menghambat pelayanan buruk yang
merugikan masyarakat. Dibentuknya lembaga
Ombudsman merupakan salah satu langkah
baik yang dapat mengontrol
segala bentuk permasalahan pelayanan yang terjadi di masyarakat saat ini. Seperti yang dikatakan Aziz Syamsuddiin dalam buku nya
yang berjudul Ombudsman Republik Indonesia Merengkuh Keluhan Rakyat, ‘Menjewer’
Sang Pejabat, lembaga Ombudsman diharapkan mampu menjadi malaikat untuk
menjewer sang pejabat.
Aziz Syamsuddin juga mengatakan dalam bukunya bahwa saat
ini masyarakat yang ingin dilayani malah justru menjadi ‘sapi perahan’ sang
oknum. Motto “Ada Uang, Ada Jasa,” menjadi motto tertinggi segala instansi yang
berfungsi sebagai Pelayan Publik. Akibatnya asas-asas Good Governance Principle
tidak terwujud.
Lembaga Ombudsman hanya berfungsi sebagai pengaruh (magisrature of influence) bukan sebagai
pemberi sanksi. Kekuatan Ombudsman adalah rekomendasi untuk perbaikan proses
pemberian pelayanan umum kepada masyarakat. Meskipun rekomendasi tersebut tidak
mengikat secara secara hukum tapi dapat mengikat secara moral. Sebab, laporan
tersebut akan disampaikan melalui DPR RI, sehingga DPR RI memiliki wewenang
untuk memanggil dan menegur pejabat publik yang melakukan pelanggaran.
Untuk memaksimalkan peran Ombudsman, masyarakat memiliki
andil penting. Sebab, laporan langsung dari masyarakatlah yang akan segera
ditindaklanjuti. Namun, masyarakat sulit untuk mengatakan
dan melaporkan segala sesuatu yang dianggap perlu di benahi. Kurangnya rasa
kepercayaan pada pemerintah, menjadi faktor utama hambatan lembaga ombudsman
berjalan sesuai fungsinya. Oleh karena itu, perlu ditanamkan lagi kepercayaan
masyarakat terhadap pemerintah. Agar segala sesuatu yang di harapkan mampu
dilakukan dengan baik. Lembaga ombudsman pun diharapkan mampu tetap independent
dalam melakukan tugasnya sebagai pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik.
Serta meningkatkan kesadaran melayani oleh setiap aparatur pemerintahan.
Kondisi
ini wajar terjadi. Dilihat dari rendahnya partisipasi masyarakat dalam proses
pembuatan kebijakan publik. Oleh karena itu, keinginan politik dari
pemerintahan nasional untuk menciptakan otonomi daerah perlu didukung. Karena
dikhawatirkan dengan tidak adanya kewenangan pemerintahan di daerah dalam
pembentukan kebijakan untuk pelayanan publik di daerahnya adalah salah satu
penyebab kurang efisien dan efektifnya fungsi birokrasi pemerintah. Sampai
sekarang pelayanan birokrasi pemerintahan kita masih kurang produktif dan jauh
dari harapan masyarakat. Tugas pemerintahan yang dijalankan oleh para birokrat
lebih banyak dilakukan sesuai dengan jalan pikiran dan keinginan sendiri.
Kondisi yang memungkinkan terciptanya iklim birokrasi dan aparatur Negara yang
mengabdi pada rakyat harus terus diupayakan dan dioptimalkan, sebab birokrat pemerintahan
kita masih terkesan prosedural, lamban, tidak produktif, berbiaya tinggi dan
malalaikan kepentingan publik.
Banyak strategi yang dapat diterapkan oleh pemerintah untuk
menciptakan pelayanan terbaik. Sebab tanpa melakukan
sebuah perubahan secara kontinue segala usaha pebaikan itu akan percuma. Mesti
diingat bahwa tidak ada yang abadi kecuali perubahan itu
sendiri. Birokrasi yang tidak berubah berarti birokrasi yang telah membawa dirinya dalam sebuah kehancuran. Dan masyarakatlah yang memiliki andil
besar untuk mengubah buruknya pelayanan publik tersebut. Masyarakat mesti
mendukung penuh kebijakan pemerintah demi kebaikan bersama.
Pemerintah, masyarakat dan
lembaga Ombusman bisa saling berkisinambungan dalam merealisasikan perwujudan
Pelayanan Publik yang baik. Kerjasama yang kuat nantinya akan menghasilkan
perubahan yang signifikan sehingga asas-asas Best Practices bisa terlaksana dan membuahkan hasil. Semua
dilakukan satu, hanya untuk perubahan yang lebih baik untuk bangsa ini.
Meminimalisir KKN dan merealisasi kan Prinsip
Good Governance. Jika ketiga aspek ini bekerja sama maksimal maka akan
sangat mungkin Bangsa Indonesia mampu mewujudkan Best Practices.
Lembaga
Ombudsman bisa menjadi alternative dalam sosialisasi penerapan Best Practices pada setiap instansi yang
bertugas melayani. Lembaga ini nantinya akan menampung segala pengaduan
masyarakat mengenai keluhan ataupun pujian untuk pelayanan oleh karena itu bisa
dikatakan ‘malaikat Raqib dan Atit’ dalam Islam. Kemudian malaikat ini akan
mengadukan pada raja mereka agar menindaklanjuti pengaduan tersebut. Cara ini
bisa menjadi cara yang paling efektif untuk diterapkan di Indonesia. Sebab,
segala aspirasi masyarakat dari bawah bisa sampai ke para pejabat.
Jika semua
sudah dilaksanakan dengan baik, masyarakatpun akan merasa di hargai dan
pelayanan publik di negara ini akan jauh lebih baik. Harapannya sosialisasi
mengenai adanya lembaga Ombudsman sebagai sarana dan tempat pengaduan bentuk
pelayanan publik bisa terus di gencarkan agar masyarakat faham bahwa pemerintah
sejatinya selalu mencarikan solusi untuk setiap permasalahan yang ada termasuk
masalah pelayanan publik.*
Aku ingin mencintai dengan sederhana
Aku
ingin mencintai dengan sederhana
Seperti
panas yang mencintai angin
Atau
seperti gersang yang mencintai hujan
Aku
ingin mencintai tanpa kata, dan saling merindu dalam do’a
Sungguh
hanya sesederhana itu
Tak
perlu menanti pelangi setelah hujan deras
Sebab,
aku mampu tersenyum saat dia datang
Sedang
jiwa sedang gerimis
Dia
datang dan membasahi tanah kering
Kemudian
menebarkan bau kesejukan tanah..
Sungguh,
sesederhana itu...
Natar, 15 November 2012
Kalo
Pulau Bali punya Kuta. Nah, Lampung perlu berbangga punya Pulau Pisang. Pulau
yang berada di ujung pesisir Lampung ini memiliki pesona pariwisata yang begitu
eksotis dan menarik.
Pulau Pisang-Krui Lampung. Eksotis beach :) |
Pengen berselancar? main
di pinggiran pantai yang airnya jernih dan bersih? atau bermain bersama
lumba-lumba yang lucu, pintar dan menggemaskan. Ya, pulau pisang Lampung Barat
bisa menjadi referensi untuk mengisi liburan kita
loh Guys :D
Leave a Comment